Kebumen Memotret: Dari Van der Wijk hingga Pantai Menganti

       Awalnya, memang tak ada niatan sama sekali mengunjungi Kebumen, terlebih lagi belum begitu banyaknya orang yang menjadikan Kebumen sebagai destinasi wisata utamanya. Namun, aku memutuskan Kebumen menjadikan destinasi wisata short-getaway bareng temanku, Aji. Kami berencana ke sana karena kebetulan rumahnya Aji berada di Kebumen, sehingga untuk mengeksplor kotanya tak sulit.
       Tiba di hari keberangkatan pada hari Jumat, aku dan Aji naik motor menuju Kebumen sekitar pukul 09.00 pagi. Kala itu masih cerah dan terang sehingga perjalanan pun lancar melewati Jalan Wates, Kulon Progo, Purworejo, dan hingga tiba di Kebumen hampir pukul 12.00 dan kami harus langsung sholat jumat.
       Ngomong-ngomong, aku menginap di rumahnya Aji di Kecamatan Alian, Kebumen yang jalannya menanjak dan cukup jauh dari pusat kota, sehingga masih ditemukan pepohonan yang rimbun di kanan-kiri jalan.

       Hari Sabtu pun tiba, kami siap-siap untuk menuju Benteng Van der Wijk yang terkenal dengan bata merahnya serta yang besar melingkar yang terletak di daerah Gombong. Gombong cukup jauh dari Alian, bisa sekitar 40 km dan perjalanannya melewati jalur selatan Pulau Jawa yang terkenal dengan banyaknya bus dan truck yang melintasi jalur ini sehingga dibutuhkan kehati-hatian agar aman. Tak hanya itu, banyaknya polisi juga yang mengawasi jalur ini sehingga kita diwajibkan berhenti dan menunjukkan STNK dan SIM kita.
       Sekitar 1 jam mengendarai motor dan tibalah kami di Benteng Van der Wijk yang digadang-gadang sebagai benteng Belanda yang ada di Jawa Tengah. Kami pun membayar tiket masuk seharga Rp 25.000 yang menurut kami cukup mahal namun ya sudah tak apa namanya juga berwisata.
       Tiba di depan Van der Wijk kami langsung berfoto-foto dengan background bentengnya yang tinggi, besar, dan kokoh. Dindingnya begitu tebal dan dicat bewarna oranye kemerah-merahan. Ta hanya itu, benteng ini juga tingkat dan di atasnya terdapat rel yang ada keretanya sehingga pengunjung bisa berkeliling di atas benteng menggunakan kereta ini. Puas berfoto-foto dan udara semakin panas, kami pun berteduh dan membeli minuman karena haus. Usai dari berkeliling Van der Wijk, kami memutuskan untuk menuju kedai eskrim yang begitu terkenal dan menurutku cukup murah sekali. Rasanya begitu worth it dan gak kalah sama yang ada di tempat lain. Aku pun memesan es krim yang tak biasa, yaitu eskrim rasa kacang merah. Entah kenapa, pilihanku jatuh kepada es krim rasa kacang merah, namun setelah dicoba dan rasanya begitu enak dan nikmat. Oya, ngomong-ngomong, menurutku travelling itu wajib membeli makanan atau minuman khas atau yang tidak ada di kota sendiri. Ya menurutku seperti ini, aku belum pernah memakan es krim rasa kacang merah, aku pun memutuskan untuk membeli dan tak menyesal sedikit pun. Rasanya begitu enak dan sangat lembut, namun aku memadukannya dengan rasa vanilla dan harganya cukup murah sekali yaitu Rp 7.000. Sangat terjangkau bukan?
Benteng Van der Wijk yang terkenal bewana oranye-kemerah-merahan
        Setelah dari sana, kami memutuskan untuk pergi ke Pantai Menganti yang ada di sana, dekat dengan Pantai Ayah namun masih sana lagi. Kami melewati jalanan yang mulai mengecil dan mampir sholat di dekat Pantai Ayah. Dulu, saat pernikahannya guru PAIku SMP menikah di Cilacap, aku dan rombongan bis pernah mampir di pantai ini sehingga tak asing bagiku dengan pantai yang sudah tersohor namanya ini. Perjalanan pun dilanjutkan dan jalannya semakin berkelok-kelok serta berliku-liku ditambah menanjak dan menurun. Akhirnya, kami pun tiba di di pantai yang terkenal dengan gubuk-gubuk kecil di pinggir pantai namun pantai ini termasuk pantai yang sangat terjal, sehingga tidak ada aktivitas seperti berenang maupun bermain air. Tak lupa kami berfoto-foto dan mengambil banyak gambar di sini. Indah sekali menurutku pantainya. Airnya begitu biru, tenang, damai, dan suara deburan ombak memecah karang begitu harmoni.
Pantai Menganti dilihat dari atas

       Setelah dari Pantai Menganti, hujan pun turun cukup deras sehingga memaksa kami untuk berjalan pelan-pelan dan berhati-hati karena jalannya yang menanjak dan menurun. Namun, saat hampir tiba di Stasiun Ijo yang dekat dengan Terowongan Ijo, hujan mulai cukup reda. Namun, aku dan Aji memutuskan untuk berhenti di stasiun kelas 3 yang cukup kecil ini dan berfoto sebentar di dekat terowongan, namun kami diperingatkan  oleh pak petugas bahwa sebentar lagi akan ada kereta yang akan melintas maka dari itu kami disarankan untuk menghindar dan ternyata benar, 5 menit kemudian ada Kereta Api Pasundan melintas dekat sekali dengan kami dan ia melaju dengan kencang.
Terowongan Ijo

       When you touchdown at the beach, don't busy on your own. Look ahead, breath so deep, and feel the breeze wind. You'll find the harmony inside of it and I'm sure you will love the scenery!
       Menurutku, short-getaway ini semacam penyegar bagiku karena kami lakukan di tengah-tengah jadwal kuliah yang padat. Tak begitu padat lebih tepatnya. Hari Jumat kami berangkat lalu kami pulang ke Jogja Hari Minggu sore. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Hadiah

Aku Tak Mau Lagi Jadi Layangmu

Baksos MP 2015