Liburan Yang Stress


      Bu Rahmat sedang menyapu halaman yang tampak kotor yang penuh dedaunan. Disana-sini terdapat daun yang berserakan juga tak teratur.
      Bu Yuli datang membawa oleh-oleh yang entah isinya apa. Kemudian, Bu Yuli memberi salam dan mengajak ngobrol Bu Rahmat.
      “Bu Rahmat. Ini oleh-oleh dari keponakan saya yang kemarin datang dari Jakarta.” Kata Bu Yuli,
      “Bu, ngomong-ngomong Zul sama Ridwan kemana? Kok sepi?” tanya Bu Yuli,
      “Ooh, Zul sama Ridwan lagi main sepakbola di lapangan desa. Biasa anak itu. Siang sampai sore mainannya itu aja.” Tandas Bu Rahmat,
      “Oya Bu, sebenarnya tujuan saya datang kesini itu mau minjem........mau minjem......” kata-kata Bu Yuli terpotong,
      “Mau minjem apa bu? Sapu lidi? Bola bekel, atau sulak?” tanya Bu Rahmat,
      “Enggak bu. Maksud saya, bukan minjem bola bekel, atau sulak, tapi mau minjem…….uang.” Kata Bu Yuli lega akhirnya,
      “Oalah jeng-jeng. Ngomong uang aja repotnya kayak nyetrika dua ratus baju.” Ledek Bu Rahmat,
      “Ya. Liburan gini, anak saya mau study tour ke Bandung.” Bu Yuli mengutarakan,
      “Bu Rahmat, sebenarnya, saya itu stress bu. Gimana enggak? Tadi barusan aja, Bu Aya nagih utang cicilan setrika, terus Bu Nina minjem uang lima ratus ribu untuk beli baju seragam anaknya yang udah kekecilan. Lalu si Doni, dia mau study tour yang terpaksa harus minjem uang Bu Rahmat,” kata Bu Yuli memelankan nadanya,
      “Liburan kok stress bu. Hari gini, liburan sama nggak libur sama aja kok bu.” Komentar Bu Rahmat,
      “Lho kok sama? Liburan sama nggak libur kok beda?” tanya Bu Yuli,
      “Ya sama lah jeng. Kita kan dah tamat sekolah. Hari Senin sampai Minggu ya di rumah, atau kalau enggak ke pasar. Itu aja,” tandas Bu Rahmat,
      “Oya ya.” Gumam Bu Yuli,
      “Tapi Bu, saya itu masih stres.” Bu Yuli curhat,
      “Kok masih stres? Kenapa, kan Liburan sama nggak libur sama aja.” Kata Bu Rahmat,
      “Ya iya sih jeng. Tapi, dari tadi Bu Rahmat nggak mau memberi uangnya.” Bu Yuli sedikit ngambek,
      “Oya. Saya lupa jeng. Maafin saya ya.” Kata Bu Rahmat,
      “Ya. Saya maafin kok,” kata Bu Yuli sembari menerima uang seratus ribuan yang berjumlah empat,
      “Masih stres bu?” goda Bu Rahmat,
      “Masih. Jeng, tahu nggak? Keponakan saya yang dari Jakarta itu, selalu bikin masalah. Saya kan jadi stres.” Bu Yuli curhat,
      “Lhoh kok masih stres. Keponakan Bu Yuli memangnya kenapa?” tanya Bu Rahmat,
      “Keponakan saya itu nggak mau minjemin uang untuk Doni. Padahal Doni secepatnya harus membayar uang untuk study tour.” Celoteh Bu Yuli,
      “Lhoh kan sudah saya kasih empat ratus ribu tadi.” kata Bu Rahmat,
      “Oya ya. Saya lupa.” Kata Bu Yuli,
      “Gimana sih Bu Yuli ni.” Komentar Bu Rahmat,
      Lalu, Bu Lilla datang membawa surat untuk Bu Rahmat dan Bu Yuli. Bu Lilla adalah Ibu RW di desa ini.
      “Tumben Bu Yuli datang kesini.” Kata Bu Lilla,
      “Ya, main aja kerumah Bu Rahmat,” jawab Bu Yuli,
      “Oh ya, kebetulan Bu Yuli ada disini. Ini surat untuk Bu Rahmat, Pak Nazar, dan Bu Yuli.” Kata Bu Lilla,
      “Apa ini suratnya Bu?” tanya Bu Rahmat,
      “Ohh, pekan ini kan libur, lha dua hari lagi akan diadakan piknik,” jawab Bu Lilla,
      “Kalau mau bayar sekarang juga nggak apa-apa.” Kata Bu Lilla,
      “Ya nih sekalian. Zul, dan Ridwan ikut, saya dan Pak Nazar.” Kata Bu Rahmat,
      “Bu Yuli sekalian nggak?” tanya Bu Lilla,
      “Ya. Nih,” kata Bu Yuli seraya menyerahkan uangnya ke Bu Lilla,
      “Terima kasih ya Ibu-ibu.” Kata Bu Lilla,
      “Ya sudah kalau gitu jeng. Saya pamitan juga, Doni nanti belum mbayar-mbayar untuk study tour. Terima kasih ya Bu Rahmat,” Bu Yuli pamitan,
      Bu Yuli pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari rumah Bu Rahmat. Bu Yuli pulang dan bertemu Doni.
      “Doni, Ibu sudah bawa uang untuk study tour kamu. Besok dibawa, jangan lupa. Ini,” kata Bu Yuli,
      “Lhoh kok tinggal seratus ribu? Mana yang tiga ratus ribu? Hilang di tengah jalan po?” Bu Yuli ngomong sendiri,
      “Bu, butuh empat ratus ribu. Kok Cuma seratus ribu?” Doni berkomentar,
      “Sebentar,” kata Bu Yuli. “Oya! Uangnya kan udah untuk mbayar piknik. Aduh, gimana ini.” Kata Bu Yuli,
      “Lhoh kok uangnya untuk piknik desa. Kata, si Ridwan di lapangan tadi sih memang mau piknik. Tapi kok uangnya bukan untuk study tour aku, malah untuk piknik sekeluarga, gimana sih Ibu itu,” Doni marah-marah.
     Dari balik pintu yang sedikit tidak tertutup,Bu Aya datang,
      “Assalamu’alaikum Bu Yuli,” Bu Aya memberi salam,
      “Wa’alaikum salam, Doni kamu sana dulu!” kata Bu Yuli sedikit berbisik kepada Doni,
      “Bu, saya datang kesini, ternyata cicilan setrika Ibu uangnya kurang lima puluh ribu. Tadi, saya sudah tanya sama penjual tokonya, kalau uang Ibu yang dititipkan ke saya, kurang lima puluh ribu.” Bu Aya mengutarakan,
      “Ha....bagaimana bisa kurang, Bu Aya ngaco aja deh,” kata Bu Yuli,
      “Ibu, uang study tourku kurang. Aku masa’ nggak ikut study tour. Wong, yang Dani anak penjahit kecil-kecilan aja ikut. Masa’ kita yang kayak gini nggak bisa mbayar! Ibu nyebelin!” kata Doni marah-marah di dalam kamar, padahal situasinya masih ada Bu Aya,
      “Bu, jadinya gimana nih, bayar lima puluhnya. Sekarang atau besok?” Bu Aya bertanya lagi,
      “Aku stress bu.” Jawab Bu Yuli yang sedang pikirannya acak-acakan,
      “Liburan kok stress bu, biasa aja.” Ucap Bu Aya,
      “Liburan sama nggak liburan sama aja stress. Udahlah bu, aku capek! Perlu istirahat! Sana pergi! Saya itu bisa ngelunasinnya besok! Jangan sekarang!” Bu Yuli meninggikan nada bicaranya,
      Bu Aya pulang karena tadi dibentak sama Bu Yuli.
      “Ibu nyebelin!” dari kamar, Doni marah-marah sendiri. Tiba-tiba Bu Yuli merebahkan badannya ke sofa.
      “Tolong, Ibuku stress..!” kata Doni yang sedang keluar dari kamarnya. (Obrolan 2011)


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Hadiah

Aku Tak Mau Lagi Jadi Layangmu

Baksos MP 2015