Di Sebuah Stasiun Gambir

   
 
        Aku diam. Sejenak memandangimu sambil aku berurai air mata, aku sedikit menarik bibirku dan mulai tersenyum, aku lalu menghela napas panjang dan kita saling diam satu sama lain. aku memandang sepatuku yang sedikit basah ini.
"Kau kenapa?"
"Tak apa. Aku hanya, ya, bahagia. Setelah sekian lama kita tidak bertemu dan akhirnya kali ini sembari melihat senja kita bisa bersama, namun aku juga sedih karena keretaku akan datang saat petang"
"Aku juga tidak menyangka akhirnya kita bisa bersama seperti ini, ya, seperti sebuah keajaiban, kan? Tak usah sedih, jarak tak berarti apapun saat seseorang sangat berarti,"
"Ya..."

       Kita melihat senja di sebuah stasiun besar Gambir. Deru kereta terus berseliweran datang kemari memenuhi telinga. Perlahan warna jingga mulai menguasai angkasa, menyeruak bersama warna kuning dan dihiasi gedung pencakar langit.
Aku tak akan melewatkan momen ini. 

"Mau ke sana?"
"Boleh"
"Kau tahu, lampu-lampu kota Jakarta selalu indah,bahkan hampir setiap hari seperti ini,
Sebenarnya aku masih tak percaya aku sekarang ada di sampingmu, walau sebentar lagi kau akan pergi. Lagi" suaranya semakin lirih,
"Ya? Bagaimana?"
"Kau tak mendengarkanku?"
"Oh, ya, aku mendengarkanmu, selalu. Aku menyukainya," sembari aku tersenyum kepadanya, Aku terus-terusan berurai air mata.

       Matahari pun lama kelamaan mulai tenggelam digantikan dengan warna gelap dan cahaya-cahaya gedung mulai bertebaran di mana-mana.
       Kereta pun tiba, suara khas terompetnya dinyalakan dan di ujung aku menatapnya, sembari aku terus berujar padanya, "Kita akan selalu bersama kan?"
"Tentu"
"Janji?"
"Tak perlu aku mengatakannya, aku akan membuktikannya saja, percayalah padaku, kita akan baik-baik saja"
"Kau pahlawanku,"
"Dan aku, milikmu"
"Sampai jumpa, aku akan selalu merindukanmu"tambahmu.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Hadiah

Aku Tak Mau Lagi Jadi Layangmu

Baksos MP 2015