Bromo, Seindah Itukah?


Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur
 
 Aku memutuskan untuk ikut ke Bromo tepat di saat yang lain ingin berangkat, sehingga bisa dipastikan akulah yang packing paling terlambat dan tergesa-gesa. Tidak biasanya aku packing terlambat, namun karena aku memang baru mengiyakan di hari H dan semuanya terjadi begitu cepat, seperti packing, juga memilih-milih baju yang akan dipakai. Kami pun berkumpul dan sekitar pukul 16.00 WIB kami pun berangkat menggunakan motor sejumlah empat buah! Iya, naik motor! Gila, bukan? Ya, sedikit.
       Kami pun berhenti di pom bensin depan Bandara Adisutjipto sekedar mengisi angin, mengisi tangki yang kosong, juga membeli 2 buah Dunkin Donuts. Lalu, kami berangkat lagi dengan rute Yogyakarta - Solo - Sragen - Ngawi - Kertosono - Batu - Malang - Bromo. Perjalanan yang sangat jauh! Kira-kira sekitar +380 kilometer.
       Pagi hari yang sedikit dingin, kami tidur sebentar di rest area di daerah Batu. Udara dingin menyelimuti kami hingga kami harus tidur dengan jaket. Tak mengapa, kami juga membutuhkan jaket untuk membuat kami tetap hangat. Pukul 07.00 pagi, kami keluar rest area dan menuju Malang yang sebelumnya kami sarapan terlebih dahulu dengan menggunakan nasi campur udang! Enak banget! Dalam keadaan perut yang belum terisi, ditambah pagi yang sudah mulai menampakkan sinarnya pas banget kita sarapan. Usai sarapan, kami langsung menuju Bromo. Cukup jauh dan jalanan mulai berkelok-kelok serta menanjak.
       Tiba di pos gerbang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, kami berhenti untuk membeli tiket dan istirahat sejenak. Menghirup udara segar hutan yang sangat-sangat alami juga menyenangkan! Oya, harga tiket untuk weekdays ini seharga Rp 30.000,- (2018). Usai urusan membeli tiket, kami langsung menanjak lagi dan tiba di atas dengan jalur yang menuju ke bawah untuk sampai di Sabana Bromo! Iya, sabana Bromo!
       Kami pun takjub dengan keindahan Padang Rumput Bromo yang luar biasa indahnya, ditambah cuaca yang awalnya mendung berubah sedikit agak terang. Kami pun berfoto-foto di sana dan pastinya mengabadikan setiap sudut, dan berbagai background haha. Ada spot yang pohon ambruk yang kata teman saya itu adalah spot terkenal, saya baru tahu setelah pulang dari Bromo dan baru diberitahu, namun saya sudah foto di sana, wow rupanya spot itu terkenal? Gak sadar juga haha.
       Kami menaiki motor lagi dan terus berjalan hingga padang sabananya hilang berganti menjadi padang pasir yang super luas yang pernah saya lihat! Iya, saya lihat padang pasir terluas pertama kali ya di Bromo ini! Gak menyangka ya, rupanya bisa seluas ini. Kabarnya sih luasnya sekitar lebih dari 5.200 kilometer persegi! Gila gak sih? Wow luas banget!
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

       Usai kami melewati pasir-pasir yang sedikit agak licin, kami naik ke atas lagi dan menemukan rumah-rumah penduduk yang berderet-deret kecil-kecil. Kami pun berhenti, dan ada orang yang menawarkan kami penginapan model rumah, jadi semacam rumah gitu disewakan. Pantesan, modelnya kecil-kecil begitu. Lalu, kami memutuskan untuk menyewa satu malam penginapan tersebut untuk kami berdelapan seharga Rp 350.000,- all in ada kamar mandi dalam dengan air hangat, ruang tamu, televisi, dan 3 kasur. Udara dingin menyambut kami sekitar 12 derajat Celcius! Bayangkan saja, udara dingin itu menembus jaketmu sehingga kamu tidak seperti sedang memakai jaket, pakai atau tidak, rasanya kok beda tipis, sama sama dingin banget!
        Tak disangka-sangka, di dalam rumah begitu masuk brrrrrrrrrrrrrrr! Jauh lebih dingin. Gak kuat dinginnya, sampai kami di dalam rumah pun masih memakai jaket dan kalau aku sih tetap memakai kaos kaki sambil meringkuk di atas sofa dengan nyemil makanan sambil berselimut juga! Haha, dasar manusia tropis macam kami sehingga udara dingin baru 12 derajat saja gak kuat (terutama aku) apalagi yang dibawah 0 derajat, ya?
       Malam hari, lampu-lampu depan rumah sepanjang jalan mati, namun ruangan dalam tetap dalam keadaan menyala. Kenapa, ya? Aku juga heran padahal lampu depan kan gunanya untuk menerangi saat gelap malam? Tapi, gak tau juga, atau mungkin sudah tradisi di sana, ya? Malam-malam aku sepertinya hujan datang namun tidak begitu deras sehingga udara dingin begitu mencekat dan sangat pekat. Pokoknya gak kuat kalau bare feet di lantai dan duduk di lantai.
       Pagi hari yang sangat terlalu pagi, pukul 03.00 dini hari (Oh wow, sebuah prestasi bagi kami semua bisa bangun sepagi itu) kami semua terbangun dari lelapnya tidur dan bergegas untuk menuju penanjakan 2. Suara-suara deru motor, Jeep, kuda-kuda semua sudah berjalan menuju ke atas dan kami pun ingin juga menuju ke sana, lalu usai bersiap-siap aku lupa kalau aku tidak membawa kupluk penutup kepala. Alhasil, saat ada bapak-bapak yang melaju motor berjualan kupluk, langsung aku beli dan masalah dingin selesai! Yippy!
       Di atas sudah ramai kuda, jeep, motor-motor yang diparkirkan di atas dan kami pun masih harus berjalan sekitar 20 menit untuk mencapai Penanjakan 2 untuk melihat sunrise Bromo yang terkenal epic itu! Dengan nafas terengah-engah karena sudah lama tidak mendaki gunung (terakhir mendaki Bulan Desember 2016, dan sekarang Januari 2018) alhasil beberapa saat kami berhenti untuk menghela napas dan beristirahat sejenak.
       Tiba di atas, sudah ramai sekali orang-orang dengan peralatannya (re: kamera, tripod, handphone) sudah siap sedia untuk beberapa memotret pemandangan yang ada. Tak lupa dong, kami mengupload beberapa Instastory di Instagram untuk kami bagikan di sosial media kami masing-masing. Pukul 05.30, Gunung Bromo terlihat dan kabut pun perlahan menghilang, namun muncul lagi dan suasana sedikit mendung sehingga tidak melihat sunrise kali ini. Namun, tak mengapa karena dari atas sini, pemandangan yang disuguhkan pun sangat-sangat indah dan luar biasa. Aku sempat juga mengobrol dengan beberapa orang asing seperti dari Polandia dan Selandia Baru. Kata mereka, Gunung Bromo ini sungguh amazing and gorgeous! Ya, saya setuju!
       Kami menuju ke atas lagi melewati bebatuan dan terlihat perkampungan yang ditutupi kabut yang luar biasa! Jarang-jarang bisa melihat seperti ini.
       Usai puas berfoto dari atas, kami turun ke Padang Pasir lagi dan sekarang kita saatnya menuju ke Kawah Bromo! Dengan melewati padang pasir lagi, lalu kami naik ke atas yang ramai karena sudah banyak orang di sana, banyak pula yang berjualan. Kami mengisi perut terlebih dahulu, yaitu membeli bakso di sana. Nah, seketika pertanyaan muncul di kepala, terbuat dari apa ya bakso ini? (if you know what I mean) tapi, ya sudah kalau tidak tahu ya tak mengapa.
       Kami berjalan kaki ke atas dan menaiki tangga yang cukup banyak untuk sampai di Kawah Bromo. Dari atas, tampak pemandangan bukit-bukit, padang pasir, serta kawah yang rupanya cukup dalam itu. Seram juga kalau dilihat dari atas sini. Namun, sangat disayangkan Kawah Bromo ini agak kotor karena ada sampah-sampah pengunjung. Sebagai traveller yang baik, harusnya kita jangan membuang sampah di tempat wisata, agar tidak mengurangi keindahan tempat wisata itu sendiri.
       Turunlah kami kemudian usai melihat kawah bromo itu seperti apa. Kawah Bromo ini adalah kawah ketiga di dunia yang sudah pernah aku lihat setelah kawah Tangkuban Perahu, dan Kawah Gunung Merapi. Grateful to be here. Cry saking terharunya. Kami pun bergegas menuju penginapan kami lagi dan packing untuk check out.
Pemandangan dari atas Kawah Gunung Bromo

     
        Kami beberes dan siap-siap untuk pulang walau sebenarnya kami belum ingin pulang, belum puas rasanya menjelajah Bromo dengan segala keindahannya yang ditampilkan. Ah, rasanya betah ada di sini.
       Kami melewati padang pasir dan padang sabana lagi. Masih sangat-sangat jelas terpampang nyata padang ilalangnya, rerumputannya, bukit-bukitnya, serta pasir-pasirnya. Lagu Never Enough dari Loren Allred adalah sebagai lagu kebangsaan untuk trip kali ini. Rasanya belum cukup dan belum puas untuk mengunjungi Bromo ini. Ingin lagi, dan lagi! Bromo, kamu benar-benar begitu amaze us dan fascinates us well!
       Pulanglah kami dan kami melewati jalur yang berbeda dari saat kita berangkat. Rute yang kita tempuh yaitu Malang - Blitar - Tulungagung - Ponorogo - Wonogiri - Klaten - Yogyakarta dengan berhenti lama untuk tidur di Ponorogo dan Wonogiri untuk sekedar membeli roti dan susu untuk sarapan ringan.
       Kalau diajak ke Bromo lagi, kamu pasti sudah tahu jawabanku!

Cheers,
Virgiawan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Hadiah

Aku Tak Mau Lagi Jadi Layangmu

Baksos MP 2015